Dalam Bahasa inggris kita mengenal beberapa aksen yang membedakan
dari mana si pembicara berasal, apakah dia dari Amerika, Inggris atau
Australia. Bahkan di Britania Raya sendiri terdapat aksen yang berbeda dari
tiap daerah. Misalnya saja aksen Skotish, Irish, Yorkshire, Londoners dan lainnya.
Indonesia sendiri tidak kalah mengenai keaneragaman bahasa. Dari
apa yang saya tangkap ketika mengikuti kelas Pengantar Linguistik Umum,
Indonesia menyumbangkan 800 bahasa dari 4000 bahasa yang ada di dunia. 6 diantaranya berasal dari Jawa, 500 lainnya
dari Papua dan selebihnya untuk daerah lain (tidak disebutkan oleh dosen).
Kalau di Inggris terdapat aksen yang berbeda-beda, begitu juga di
Indonesia, khususnya di Jawa Tengah. Daripada aksen, banyak diantara kita yang lebih
familiar dengan kata dialek, tapi secara pribadi saya lebih suka menyebut aksen
(jujur saya belum ngerti apakah dialek itu sama atau berbeda dengan aksen).
Jawa Tengah terdiri lebih dari 30 kabupaten yang tersebar di dalamnya. Mungkin
faktor geografis adalah salah satu hal yang mempengaruhi perbedaan bahasa
meskipun sama-sama berada di Jawa Tengah. Ada beberapa bahasa Jawa yang
karakteristiknya “kuat”. Sebut saja Bahasa Jawa Surakarata a.k.a Solo berbeda
dengan bahasa jawa daerah lain di Jateng, di Solo bahasa Jawa lebih halus
(Sopan) dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Bahasa yang “kuat”
karakteristiknya selain Solo adalah Bahasa Jawa dari daerah Tegal dan
sekitarnya. Atau yang lebih familiar dengan bahasa ngapak. Tapi
sebenarnya bahasa ngapak tidak hanya di Tegal, namun di daerah lain pun
terdapat karakteristik yang serupa. Daerah tersebut antara lain Cilacap,
Banyumas, Purwokerto, Kebumen, Banjarnegara dan Pemalang.
Disini, saya akan share hasil wawancara saya dengan teman yang berasal
dari daerah yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Narasumber berjumlah 3
mahasiswa, 2 dari Kebumen dan yang satu dari Banjarnegara. Ada 4 pertanyaan
pokok yang saya ajukan. Berikut hasil pertanyaan dan jawaban yang mereka
berikan :
1. . Mengenai adaptasi mereka dalam penggunaan
bahasa
a. Perbedaan kosa kata yang baru
b. Tidak ada kesulitan yang berarti dalam
berkomunikasi karena berada dilingkungan yang berbahasa Jawa(selama proses
wawanca, aku rasa dalam penggunaan bahasa Jawa tidak ngapak namun lebih
cenderung cepatdan di lingkungan kos sendiri teman-teman narasumber berasal
dari Jawa Tengah antara lain dari Boyolali dan Rembang)
c. Gampang banget. Karena selama SMA aku
tinggal dengan paman di Purwarejo dan bahasanya tidak berbeda jauh dengan di
Solo.
2. Perbedaan keadaan bahasa dari tempat mereka
dengan bahasa yang digunakan di Surakarta.
a. Beda banget, ada beberapa kosa kata yang
sama, Cuma banyak yang tidak sama. Letak perbedaaanya pada logat dan kosa kata
baru seperti misuh, kecroh dan nggagaso.
b. Dibandingkan dengan Surakarta, Surakarta lebih halus.
c. Orang kebumen kalau ngomong cepet dan
bahasa jawa Solo lebih halus dibandingkan kebumen. Contohnya Laper kalau di
Kebumen kencot, dan kalau di Solo
Ngeli(e)h. Kalau didengar lebih halus Solo daripada Kebumen yang terdengar
lebih kasar.
3. .Kesulitan yang mungkin dihadapi dalam
berkomunikasi dan solusi yang sudah mereka lakukan untuk mengatasinya.
a. Di awal-awal ada kendala sedikit, kadang
ngapaknya masih suka kebawa-bawa, makin kesini maki bisa menyesuaikan ya
walaupun belum begitu lancar. Solusinya pertama tanya kalau ada kosa kata yang
asing, kedua memperhatikan gimana cara orang-orang Solo ngomong, gimana logat
mereka, trus bagaimana kosa kata yang dipakai, yang terakhir nekat ngomong
saparti orang Solo, walaupun belepotan yang penting udah nyoba, ntar
lama-lama juga terbiasa.
b. Kesulitan
dalam kosa kata baru yang tidak terdapat di Banjarnegara. Contohnya “gayeng”.
Dalam mengatasi hal ini bertanya langsung dengan lawan bicara mengenai arti
kata tersebut
c. Sedikit
malu karena dengan adanya perbedaan bahasa. Dan ada kata yang kurang mengerti
maksudnya,(saat aku tanya contoh kata tersebut dia lupa :D)
4. Pendapat mereka mengenai pengunaan bahasa
ngapak di ranah hiburan
a. Gimana ya, sah-sah aja sebenarnya,
menurutku(narasumber 1) itu bisa jadi halciri khas, ya asal bukan buat ajang
hina-hinaan ya, kan kadang ada tuh orang-orang yang sok-sokan ngomong ngapak
buat nyindir orang-orang ngapak. Contohnya ketika ada kegiatan kampus ESQ,
trainer dalam acara tersebut mengucapkan kata-kata dengan logat ngapak seperti
“lembut” dan “lumba-lumba”. Aku tahu sebenarnya hanya bercanda tapi agak
menyinggung juga.
b. Biasa
aja, tidak ada salahnya. Karena tidak salah menggunakan bahasa yang seperti
itu.
c. Ya bagus si, kan sama juga dengan
ngenalin ragam kebahasaan dan kebudayaan ngapak.
Salama wawancara saya juga menyelipkan
beberapa pertanyaan tambahan yang memang ingin saya ketahui mengenai makanan. Ada
yang tidak suka dengan makanan yang manis-mans khas Solo, dan ada juga yang
tidak suka dengan soto Solo, karena penyajian yang berbeda. Menurut sumber saya
yang berasal dari Banjarnegara, soto Banjar menggunakan kupat dan kuahnya
ditambah dengan santan. Berbeda dengan di Solo, soto disajikan dengan nasi
kemudian disiram dengan kuah soto “(iyalah kuah soto masak iya kuah bakso)#kriik
kriikk” tanpa santan.
Itulah hasil wawancara saya dengan teman2
untuk memenuhi tugas salah satu ukm fakultas yang saya ikuti. Terima kasih
banyak untuk teman yang sudah membantu berbagi informasi mengenai hal2 yang
saya tanyakan. God bless us,..!!!
No comments:
Post a Comment