Friday, January 25, 2013

Pendapat mengenai bahasa jawa ngapak


Dalam Bahasa inggris kita mengenal beberapa aksen yang membedakan dari mana si pembicara berasal, apakah dia dari Amerika, Inggris atau Australia. Bahkan di Britania Raya sendiri terdapat aksen yang berbeda dari tiap daerah. Misalnya saja aksen Skotish, Irish, Yorkshire, Londoners dan lainnya.

Indonesia sendiri tidak kalah mengenai keaneragaman bahasa. Dari apa yang saya tangkap ketika mengikuti kelas Pengantar Linguistik Umum, Indonesia menyumbangkan 800 bahasa dari 4000 bahasa yang ada di dunia.  6 diantaranya berasal dari Jawa, 500 lainnya dari Papua dan selebihnya untuk daerah lain (tidak disebutkan oleh dosen).

Kalau di Inggris terdapat aksen yang berbeda-beda, begitu juga di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah. Daripada aksen, banyak diantara kita yang lebih familiar dengan kata dialek, tapi secara pribadi saya lebih suka menyebut aksen (jujur saya belum ngerti apakah dialek itu sama atau berbeda dengan aksen). Jawa Tengah terdiri lebih dari 30 kabupaten yang tersebar di dalamnya. Mungkin faktor geografis adalah salah satu hal yang mempengaruhi perbedaan bahasa meskipun sama-sama berada di Jawa Tengah. Ada beberapa bahasa Jawa yang karakteristiknya “kuat”. Sebut saja Bahasa Jawa Surakarata a.k.a Solo berbeda dengan bahasa jawa daerah lain di Jateng, di Solo bahasa Jawa lebih halus (Sopan) dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Bahasa yang “kuat” karakteristiknya selain Solo adalah Bahasa Jawa dari daerah Tegal dan sekitarnya. Atau yang lebih familiar dengan bahasa ngapak. Tapi sebenarnya bahasa ngapak tidak hanya di Tegal, namun di daerah lain pun terdapat karakteristik yang serupa. Daerah tersebut antara lain Cilacap, Banyumas, Purwokerto, Kebumen, Banjarnegara dan Pemalang.

Disini, saya akan share hasil wawancara saya dengan teman yang berasal dari daerah yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Narasumber berjumlah 3 mahasiswa, 2 dari Kebumen dan yang satu dari Banjarnegara. Ada 4 pertanyaan pokok yang saya ajukan. Berikut hasil pertanyaan dan jawaban yang mereka berikan :

1.  . Mengenai adaptasi mereka dalam penggunaan bahasa
a.    Perbedaan kosa kata yang baru
b.    Tidak ada kesulitan yang berarti dalam berkomunikasi karena berada dilingkungan yang berbahasa Jawa(selama proses wawanca, aku rasa dalam penggunaan bahasa Jawa tidak ngapak namun lebih cenderung cepatdan di lingkungan kos sendiri teman-teman narasumber berasal dari Jawa Tengah antara lain dari Boyolali dan Rembang)
c.    Gampang banget. Karena selama SMA aku tinggal dengan paman di Purwarejo dan bahasanya tidak berbeda jauh dengan di Solo.

2.  Perbedaan keadaan bahasa dari tempat mereka dengan bahasa yang digunakan di Surakarta.
a.    Beda banget, ada beberapa kosa kata yang sama, Cuma banyak yang tidak sama. Letak perbedaaanya pada logat dan kosa kata baru seperti misuh, kecroh dan nggagaso.
b.     Dibandingkan dengan Surakarta, Surakarta lebih halus.
c. Orang kebumen kalau ngomong cepet dan bahasa jawa Solo lebih halus dibandingkan kebumen. Contohnya Laper kalau di Kebumen kencot,  dan kalau di Solo Ngeli(e)h. Kalau didengar lebih halus Solo daripada Kebumen yang terdengar lebih kasar.

3.  .Kesulitan yang mungkin dihadapi dalam berkomunikasi dan solusi yang sudah mereka lakukan untuk mengatasinya.
a.   Di awal-awal ada kendala sedikit, kadang ngapaknya masih suka kebawa-bawa, makin kesini maki bisa menyesuaikan ya walaupun belum begitu lancar. Solusinya pertama tanya kalau ada kosa kata yang asing, kedua memperhatikan gimana cara orang-orang Solo ngomong, gimana logat mereka, trus bagaimana kosa kata yang dipakai, yang terakhir nekat ngomong saparti orang Solo, walaupun belepotan yang penting udah nyoba, ntar lama-lama juga terbiasa.
b.   Kesulitan dalam kosa kata baru yang tidak terdapat di Banjarnegara. Contohnya “gayeng”. Dalam mengatasi hal ini bertanya langsung dengan lawan bicara mengenai arti kata tersebut
c.     Sedikit malu karena dengan adanya perbedaan bahasa. Dan ada kata yang kurang mengerti maksudnya,(saat aku tanya contoh kata tersebut dia lupa :D)

4.    Pendapat mereka mengenai pengunaan bahasa ngapak di ranah hiburan
a.   Gimana ya, sah-sah aja sebenarnya, menurutku(narasumber 1) itu bisa jadi halciri khas, ya asal bukan buat ajang hina-hinaan ya, kan kadang ada tuh orang-orang yang sok-sokan ngomong ngapak buat nyindir orang-orang ngapak. Contohnya ketika ada kegiatan kampus ESQ, trainer dalam acara tersebut mengucapkan kata-kata dengan logat ngapak seperti “lembut” dan “lumba-lumba”. Aku tahu sebenarnya hanya bercanda tapi agak menyinggung juga.
b.  Biasa aja, tidak ada salahnya. Karena tidak salah menggunakan bahasa yang seperti itu.
c.    Ya bagus si, kan sama juga dengan ngenalin ragam kebahasaan dan kebudayaan ngapak.

Salama wawancara saya juga menyelipkan beberapa pertanyaan tambahan yang memang ingin saya ketahui mengenai makanan. Ada yang tidak suka dengan makanan yang manis-mans khas Solo, dan ada juga yang tidak suka dengan soto Solo, karena penyajian yang berbeda. Menurut sumber saya yang berasal dari Banjarnegara, soto Banjar menggunakan kupat dan kuahnya ditambah dengan santan. Berbeda dengan di Solo, soto disajikan dengan nasi kemudian disiram dengan kuah soto “(iyalah kuah soto masak iya kuah bakso)#kriik kriikk” tanpa santan.
Itulah hasil wawancara saya dengan teman2 untuk memenuhi tugas salah satu ukm fakultas yang saya ikuti. Terima kasih banyak untuk teman yang sudah membantu berbagi informasi mengenai hal2 yang saya tanyakan. God bless us,..!!!

No comments:

Post a Comment